Rabu, 12 Juni 2013

Materi Kuliah

KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN
DI BIDANG KESEHATAN:
Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum
Drs. R. B. Soemanto, M.A.
Jurusan Sosiologi FISIP UNS Surakarta

Abstract
Public policy on health is a legal instrument to solve the problem of
community’s health. The accommodative public policy should be based
on the health demographic data published by the goverment. The role of goverment,
especially local government, especially local government should develop the policy
wich is supported by the valid and reliable data, in order to be able to effective execute
the health program services community.
Kata kunci: Kebijakan publik, pelayanan kesehatan
... bila tanda dapat digunakan untuk menampilkan kebenaran (truth),
maka tanda juga dapat digunakan untuk berbohong atau menipu
(Arthur Asa Berger)

                                  PENDAHULUAN
Sasaran upaya pelayanan kesehatan adalah meningkatkan mutu kesehatan
manusia. Manusia sebagai insan individu dan sosial berkarakter dinamis.
Peningkatan pelayananan kesehatan selayaknya bertumpu pada kondisi kehidupan
individu dan masyarakat. Sebagaimana prinsip pertama pembangunan
berkelanjutan: “Manusia (penduduk) merupakan pusat perhatian pembangunan
berkelanjutan, dan dikehendaki agat memiliki kehidupan yang sehat dan produktif
dalam keserasian dengan alam” (The UN Conference of Environment and
Development, 1992).
Salah satu cara untuk mencapai sasaran itu adalah melalui kebijakan kependudukan.
Umum menyadari bahwa kependudukan dan kesehatan saling
berkaitan. Variabel-variabel kependudukan, misalnya tingkat kelahiran, dan
Kebijakan Kependudukan di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 203
kematian mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi kesehatan penduduk.
Pengalaman kita selama ini menunjukkan tingkat signifikannya hubungan di
antara keduanya.
Tindakan pemerintah untuk meningkatkan mutu kesehatan penduduk
secara eksplisit dan langsung berhubungan dengan upaya menekan tingkat
kematian dan morbiditas (tingkat ketersakitan). Hal itu secara tidak langsung
berhubungan pula dengan upaya mengendalikan tingkat kelahiran. Di belakang
tingkat kematian, morbiditas, dan kelahiran pendudukan terdapat variabelvariabel
lain yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Maka kebijakan
kependudukan di bidang kesehatan harus memperhatikan dan memperhitungkan
keberadaannya.
Kebijakan publik adalah komitmen politik pemerintah berlandaskan
hukum, dan dilaksanakan dengan memperhatikan aspek sosiologis. Pemikiran
hukum dalam arti jurispruden memfokuskan kebijakan publik sebagai aturan.
Aturan ini merupakan produk yang terkodifikasi. Proses hukum berlangsung
ditata dan diatur oleh logika sistem hukum, dan dilihat sebagai sesuatu yang
mekanis. Kebijakan publik sebagai produk hukum menggambarkan harapan,
dan merupakan suatu keharusan yang harus dilaksanakan.
Secara sosiologis pelaksanaan kebijakan publik harus diperhatikan
struktur sosial yang selalu berubah. Oleh sebab itu kebijakan publik juga perlu
mementingkan perhatiannya pada adanya keragaman, keunikan di masyarakat
(Black, 1976; dan Milovanovich, 1994).
Model pemikiran hukum dan sosiologis tentang kebijakan publik
merupakan pemahaman terhadap realitas sosial, dimana pembuatan, pemberlakuan
dan pelaksanaan kebijakan publik harus mendasarkan dan mempertimbangkan
pemikiran-pemikiran tersebut. Hal itu dilakukan agar tujuan utama
dari kebijakan tersebut dapat dicapai secara optimal.
Kependudukan merupakan aspek penting dalam pembangunan, sebagai
dasar pelaksaan, sekaligus tujuan (sasaran) dan pengguna hasil-hasil yang
dicapai. Sebagai dasar pelaksanaan terkait dengan dasar kebijakan pembangunan.
Dinamika kependudukan berpengaruh pada hampir seluruh aspek kehidupan
manusia. Ukuran tingkat dinamikanya digunakan penanda atau indikator
yang terukur yang bisa dibaca, digunakan, dibanding bagi kepentingan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan pembangungn, misalnya: tingkat pertumbuhan
pendudukan, tingkat kelahiran, kematian, tingkat (angka) kematian
bayi, angka harapan hidup, tingkat kematian ibu dan sebagainya. Ketersediaan
204 Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
indikator kependudukan, tingkat pemahaman konseptual, terutama penggunaanya
oleh pihak-pihak penyusunan dan pengelola pembangunan (contohnya:
di bidang kesehatan) sangat berarti bagi rumusan kebijakan dan pelaksanaannya.
Kebijakan bidang kesehatan berkelanjutan harus mempertimbangkan dan
memasukkan indikator-indikator kependudukan daerah serta indikator lain
yang relevan dalam pembangunan.

INDIKATOR KEPENDUDUKAN UNTUK PEMBANGUNAN
KESEHATAN

Ada 3 sumber pokok data penduduk, yaitu: sensus penduduk, survei
sampel penduduk dan sistem registrasi, yaitu registrasi vital meliputi catatan
peristiwa penting: kelahiran, kematian, perkawinan dan perceraian; registrasi
penduduk; dan statistik migrasi internasional (Lucas et. al., 1982). PBB (2002)
menambahkan registrasi adopsi anak (legitimasi dan pengakuan), kematian
sebelum lahir, berpisah dan pembatalan perkawinan. Dari 3 sumber itu, gambaran
dinamika penduduk dapat dilihat berupa statistik penduduk tingkat
nasional, propinsi, kabupaten/kota yang berisi jumlah dan karakteristik penduduk
menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan sebagainya.
Data sensus dan survei sampel penduduk dikumpulkan pemerintah pusat,
sekali dalam 10 tahun. Data registrasi dikumpulkan dan dilaporkan rutin setiap
bulan oleh petugas di lapangan (RT, RW tiap desa/kalurahan), dilaporkan ke
kecamatan dan kabupaten/kota. Di daerah data ini dipublikasikan pemerintah
tiap tahun, up to date, maka relevan bagi penyusunan kebijakan administratif,
teknis dan operasional daerah maupun dasar pelaksanaannyal disetarakan
dengan data dari dua sumber lainnya.

Data penduduk daerah yang dipublikasikan berisi jumlah penduduk,
menurut umur, jenis kelamin, jumlah kelahiran, kematian, perkawinan, dan
perceraian; bahkan bisa dirinci menurut kebutuhan pembangunan di daerah.
Di Indonesia juga didaerah-daerah, data sistem registrasi masih diragukan
validitas kebenaran, ketepatan, dan ketelitiannya. Permasalahan mendasar ini
secara institusional ditanggapi pemerintah dengan kehadiran Direktorat Jendral
Administrasi Penduduk di Catatan Sipil Dalam Negeri, dan dikembangkannya
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di Daerah (propinsi dan kabupaten/
kota). Secara sistemik dikembangkan Sistem Informasi dan Administrasi
Kependudukan (SIAK) untuk menata jaringan informasi melalui koordinasi
Kebijakan Kependudukan di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 205
dan integrasi fungsi jajaran institusi pemerintah yang menangani dan menggunakan
data penduduk. Secara struktural diperlukan peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan petugas di lapangan untuk memperbaiki cara dan teknik
pengumpulan dan pengolahan data kependudukan.
Data penduduk daerah menurut periode waktu dapat dugunakan untuk
keperluan analisis perencanaan, penyerasian kebijakan-kebijakan publik dengan
indikator dinamika kependudukan. Proyeksi jumlah dan pertumbuhan penduduk,
proyeksi fertilitas, mortalitas, migrasi, kebutuhan pelayanan kesehatan,
dan sebagainya dapat diproyeksi. Penyerasian kebijakan publik yang akomodatif
pada rakyat dapat dibuat dan dieliminasi dampak negatif yang timbulkannya.
Perhitungan indikator kependudukan, seperti angka kematian bayi, angka
harapan hidup, angka fertilitas, tingkat pendidikan, tingkat partisipasi angkatan
kerja dan seterusnya dapat dihitung. Oleh sebab itu, kebutuhan dasar penduduk
untuk seluruh aspek kehidupannya dapat disusun indikatornya untuk keperluan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan.
Sampai dengan tahun 2004, daerah-daerah belum menyusun sendiri, dan
memiliki catatan indikator kependudukan, khususnya yang menggunakan data
sistem registrasi vital (penduduk), dan untuk menyusun kebijakan dan pelaksanaannya.
Tahun 2005 pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil (2005) telah melakukan pengolahan dan menerbitkan
data statistik kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan dan perceraian(dari
data sistem registrasi vital). Kegiatan ini merupakan langkah awal yang baik
agar kita sebagai pengguna data terhindar dari tindak kebohongan publik dan
sebaliknya dapat menampilkan kebenaran dalam melayani masyarakat.
Isu mengenai pertumbuhan, karakteristik dan struktur sebagai gambaran
dari dinamika kependudukan menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan
Badan Kependudukan Dunia (UNFPA, 1994). Rekomendasi program aksi ICPD
(International Coference on Population and Development, 1994 di Kairo) menyebutkan
perlunya indikator-indikator kependudukan yang relevan dengan pembangunan
kesehatan di Indonesia. Pertama, tingkat fertilitas, mortalitas (terutama
AKB, anak dan ibu bersalin) dan pertumbuhan penduduk; indikator ini
berguna untuk memudahkan terjadinya transisi demografi yang cepat, khususnya
negara (termasuk Indonesia) yang tidak ada keseimbangan antara indikator
demografis dan tujuan pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Kedua,
anak dan generasi muda yang proporsinya paling besar dari jumlah penduduk.
Data ini terkait dengan usaha pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan
206 Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
reproduksi, pendidikan, pekerjaan, dukungan sosial, keluarga dan masyarakat,
keselamatan dan kelangsungan hidup dan seterusnya. Ketiga, penduduk usia
lanjut yang berhubungan dengan sistem jaminan sosial, meningkatkan kemandirian,
kesehatan dan penggunaan ketrampilan. Keempat, penyandang cacat
untuk mengembangkan pencegakan dan rehabilitasi, pendidikan, pelatihan,
kesehatan reproduksi dan sebagainya.
Isu penting kependudukan dunia ini berhubungan dengan bidang-bidang
kegiatan lain, khususnya program pemerintah untuk miningkatkan banyak aspek
kehidupan masyarakat, termasuk mutu dan pelayanan kesehatan. Pemerintah
Pusat dan Daerah telah dan akan terus diharapkan mengembangkan isu tersebut
ke dalam kebijakan dan untuk dilaksankan; karena ternyata relevan dengan
aspirasi dan permasalahan yang timbul di masyarakat.

KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DI BIDANG KESEHATAN

Pembangunan bidang kesehatan diantaranya bertujuan agar semua lapisan
masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata.
Upaya itu diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
lebih baik. Political will pemerintah tersebut dinyatakan ke dalam berbagai usaha,
seperti penyuluhan kesehatan, penyediaan fasilitas umum seperti puskesmas,
posyandu, pondok bersalin, penyediaan air bersih dan sebagainya.
Dalam era otonomi daerah, layanan program di atas harus terjangkau
dan dampak positifnya dirasakan masyarakat. Di sini semua komponen meliputi
penyiapan, pengolahan dan penyajian data penduduk; penyusunan kebijakan,
perencanaan program, penganggaran, pelaksanaan, monitor, dan evaluasi program
harus dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi.
Wilayah kerja layanan dan peranan aparatur pemerintah daerah pada
masyarakat terjangkau dengan cepat dan mudah. Partisipasi masyarakat mudah
diorganisasikan setiap waktu, hubungan dan kerjasama pemerintah daerah dan
masyarakat dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan dapat dilakukan
dengan baik, dan peranan legislatif dalam mendukung dan mengontrol
pelaksanaan program layanan pada masyarakat berlangsung optimal. Gambaran
pelaksanaan otonomi daerah tersebut dapat terwujud, jika tersedia data
kependudukan untuk kesehatan yang akurat, terpercaya dan rinci.
Pengalaman menunjukkan indikator kesehatan dalam pembangunan
kesehatan tahun 1981 dan 1982 tidak berubah, namun tahun 1983 mangalami
perubahan. Indikator-indikator tersebut mencakup: penilaian masyarakat
Kebijakan Kependudukan di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 207
terhadap pelayanan kesehatan (SUSENAS BPS, 1982), cara dan tempat
pengobatan (Sensus Penduduk 1980, SUSENAS, BPS, 1981), perkiraan kematian
bayi menurut propinsi (Proyeksi Penduduk Indonesia, BPS, 1980-2000),
angka kematian umur kurang dari lima tahun menurut diagnose penyebab
penyakit (Survei Kesehatan Rumah Tangga, Depkes, 1980), angka kesakitan
menurut umur di atas 5 tahun, dan angka kematian penyakit menular.
Keadaan kesehatan masyarakat diukur dengan menggunakan indikator
derajat kesehatan, indikator umum dan lingkungan, dan indikator upaya kesehatan.
Indikator derajat kesehatan dinilai dengan melihat angka kesakitan
(sesaat, jatuh sakit, penyakit khusus, kelompok umur), kematian (bayi, ibu,
dan sebab khusus), kecacatan dan angka harapan hidup (BPS, 1998).
Indikator umum dan lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat
kesehatan mencakup indikator sosial ekonomi: yaitu indikator demografi (angka
kelahiran, kematian, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, sex ratio).
Indikator ekonomi meliputi GDP/Pendapatan per kapita, distribusi
pendapatan, penyediaan pangan, dan kesempatan kerja; penting untuk melihat
kemampuan penduduk dalam mencari pelayanan kesehatan, hidup sehat dan
alokasi biaya pelayanan kesehatan. Indikator pendidikan meliputi tingkat melek
huruf wanita dewasa, tingkat peserta sekolah; sebagai dasar untuk perbaikan
perilaku kesehatan.
Indikator fisik biologis yang relevan dengan kesehatan meliputi angka
penggunaan air bersih, penggunaan jamban saniter, jumlah penduduk tinggal
di pemukiman sehat, tingkat polusi udara, serangga penular penyakit, mamalia
penular penyakit. Indikator upaya kesehatan digunakan untuk mengukur
penduduk yang dilayani, dayaduna, hasil guna pelayanan kesehatan; mencakup
jumlah kunjungan puskesmas, kunjungan rumah sakit, rawat inap rumah sakit,
jumlah & persentasi anak yang diimunisasi, dan persentasi penduduk yang
mendapat air bersih.
Statistik Kesehatan Rakyat Indonesia tahun 2000 yang disusun berdasarkan
hasil survei sosial ekonomi nsional memuat laporan bidang kesehatan.
Indikator yang dipakai adalah tingkat morbiditas (angka kesakitan), jenis
penyakit, pengobatan, perawatan inap, penolong kelahiran bayi, dan pola
menyusui (BPS, 2000)
Indikator-indikator sosial-ekonomi dan fisik biologis, dan indikator
kesejahteraan rakyat tersebut di atas cukup relevan bagi penyusunan kebijakan
penduduk bidang kesehatan. Karena hal itu menggambarkan kerangka
208 Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
penanggulangan mortalitas; terutama anak-anak. Namun permasalahan
kesehatan masyarakat (kelangsungan hidup manusia) tidak hanya menyangkut
variabel medis, maka perlu juga melibatkan variabel sosial eknomi, bahkan
budaya dan lingkungan fisik (Mosley dan Chen, 1988).
Indikator program aksi kesehatan, kesakitan dan kematian yang dihasilkan
oleh ICPD (1994) meliputi: pelayanan kesehatan dasar dan sektor pelayanan
kesehatan untuk meningkatkan umur harapan hidup, kesehatan, dan
kelangsungan hidup anak untuk mendukung upaya penurunan angka kematian
anak balita, kesehatan wanita dan keselamatan ibu untuk mencegah atau
menurunkan angka kematian ibu usia reproduktif dan HIV/AIDS untuk mencegah
penularan dan korban. Indikator hak-hak reproduksi dan keseharan repro-
duksi menyangkut kemampuan dan kebebasan bereproduksi, keluarga
berencana, pencegahan penyakit menular seksual (PMS) dan HIV untuk mencegah
dan mengurangi insiden, pengobatan, seksualitas dan hubungan antarjenis
untuk meningkatkan tanggung jawab dan hubungan antar-jenis secara
adil dan terhormat, reproduksi sehat remaja.
Seluruh indikator kesehatan, reproduksi sehat, dan pelayanan kesehatan
yang disebut dalam butir-butir program aksi ICPD hampir seluruhnya diadopsi
pemerintah dalam rencana dan pelaksanaan program pembangunan kesehatan.
Di daerah intensitas dan bentuk permasalahan kesehatan bervariasi, maka
pertimbangan adopsi indikator program tersebut harus didasarkan pada kebutuhan
hidup sehat dan realitas permasalahan di masyarakat.
Indikator kesehatan yang multi dimensional telah disusun dalam berbagai
laporan BPS bersumber dari data sensur, survei yang diselenggarakannya.
Indikator kependudukan dak kesehatan tersebut dihasilkan dari kegiatan
pemerintah (BPS) yang dirancang menurut proses pemikiran deduktif (dari
pemerintah untuk rakyat). Indikator kesehatan di daerah Kabupaten/Kota harus
disusun berdasarkan data penduduk yang dikumpulkan, dilaporkan rutin, diolah
dengan baik dan disajikan secara terbuka (dari rakyat pada masyarakat dan
pemerintah.
Penggunaan data dan indikator kependudukan diperlukan sebagai data
pembanding, cross-check; bagi pihak yang akan menyusun kebijakan dan menentukan
dasar dan tahap pelaksanaannya.
Penyerasian kebijakan kependudukan bidang kesehatan harus dilihat dari
tujuan, fungsi, perencanaan, pelaksanaan, dan manfaat yang diperoleh (dirasakan)
oleh penduduk (masyarakat) dengan pengelolaan pelayanan kepenKebijakan
Kependudukan di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 209
dudukan dan pelayanan kesehatan yang baik. Pelayanan dokumen
kependudukan (kartu keluarga, KTP, akte kelahiran,dll) dan pelayanan data
penduduk yang tepat, akurat dan terpercaya; angka kematian, kesakitan
penduduk dan sebagainya segera diketahui, maka kondisi tersebut bisa
membantu pihak yang terkait untuk melakukan kebijakan dan tindak lanjut
yang diperlukan. Peranan dan fungsi yang saling berhubungan antara pelayanan
kependudukan dan kesehatan dengan indikator program pelayanan berbasis
data kependudukan yang sama, akan menjamin pencapaian tujuan secara optimal.
Hak untuk hidup sehat bagi penduduk sebagai warga negara yang
berdomisili di daerah harus dijamin oleh pemerintah; sebagaimana dinyatakan
dalam UUD 1945 Pasal 34 (3): “Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas yang layak”; dan pelaksanaannya
diatur dalam UU Sistem Kesehatan Nasional. Kebijakan nasional dan kebijakan
daerah sebagai instrumen hukum pemerintah untuk mengatasi permasalahan
kesehatan harus memiliki tujuan, program yang konsisten, dilaksanakan secara
singkron dan memenuhi aspirasi masyarakat.

SIMPULAN

Kebijakan bidang kesehatan secara eksplisit dan implisit, langsung dan
tidak langsung berhubungan dengan kebutuhan basis sumber data. Indikator
kependudukan dan kesehatan untuk menyusun kebijakan memiliki fungsi yang
berdekatan dan berdasarkan data yang sama. Oleh karena itu, keserasian
kebijakan dan kependudukan secara konseptual harus terlihat jelas; agar
pelaksanaanya tidak terkendala oleh sistem dan tata cara, koordinasi,
pembiayaan, pemberian fasilitas pendukung lain dan sebagainya yang kurang
sinkron.
Sekalipun keserasian pelaksanaan kebijakan publik belum banyak
dilakukan oleh pemerintah daerah, namun harus dicoba untuk dipersiapkan
dan dilaksanakan, untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
210 Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
DAFTAR PUSTAKA
Black, Donal, The Behavior of Law, Academic Press, New York, 1976.
BPS, Kumpulan Bahan-bahan Penyusunan Indikator Kesejahteraan Rakyat (Jakarta:
BPS Pusat, 1998). Hal. 150-156.
BPS, Statistik Kesejahteraan Rakyat (Jakarta: BPS, 2000), hal. 46-93.
Lucas, Davis, Pengantar Kependudukan, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1982, hal. 168-170.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta, Pengolahan
Data Statistik Vital Kota Surakarta, Surakarta : PPK UNS, 2005, hal. 1-
26.
UNFPA, Ringkasan Program Aksi Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan, 1994.
Milovanovich, Dragan, A Primer in The Sociology of Law, Harrow and Heston,
New York, 1994.
Mosley, W. Henry dan chen, Lincoln C., Suatu Kerangka Analisis untuk Studi
Kelangsungan Hidup Anak di Negara Berkembang, ed. Masri
Singarimbun, Gadjah Mada, University Press, 1988.
United Nation, Vital Registration System, 2002.
__________ UUD 1945 Hasil Amandemen, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar