KEBIJAKAN
KEPENDUDUKAN
DI
BIDANG KESEHATAN:
Suatu
Tinjauan Sosiologi Hukum
Drs.
R. B. Soemanto, M.A.
Jurusan
Sosiologi FISIP UNS Surakarta
Abstract
Public policy on health is a legal instrument to
solve the problem of
community’s
health. The accommodative public policy should be based
on
the health demographic data published by the goverment. The role of goverment,
especially
local government, especially local government should develop the policy
wich
is supported by the valid and reliable data, in order to be able to effective
execute
the
health program services community.
Kata kunci: Kebijakan
publik, pelayanan kesehatan
... bila tanda dapat
digunakan untuk menampilkan kebenaran (truth),
maka tanda juga dapat
digunakan untuk berbohong atau menipu
(Arthur Asa Berger)
PENDAHULUAN
Sasaran
upaya pelayanan kesehatan adalah meningkatkan mutu kesehatan
manusia. Manusia sebagai
insan individu dan sosial berkarakter dinamis.
Peningkatan pelayananan
kesehatan selayaknya bertumpu pada kondisi kehidupan
individu dan masyarakat.
Sebagaimana prinsip pertama pembangunan
berkelanjutan: “Manusia
(penduduk) merupakan pusat perhatian pembangunan
berkelanjutan, dan
dikehendaki agat memiliki kehidupan yang sehat dan produktif
dalam keserasian dengan
alam” (The
UN Conference of Environment and
Development,
1992).
Salah
satu cara untuk mencapai sasaran itu adalah melalui kebijakan kependudukan.
Umum menyadari bahwa
kependudukan dan kesehatan saling
berkaitan.
Variabel-variabel kependudukan, misalnya tingkat kelahiran, dan
Kebijakan
Kependudukan di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 203
kematian mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh kondisi kesehatan penduduk.
Pengalaman kita selama
ini menunjukkan tingkat signifikannya hubungan di
antara keduanya.
Tindakan
pemerintah untuk meningkatkan mutu kesehatan penduduk
secara eksplisit dan
langsung berhubungan dengan upaya menekan tingkat
kematian dan morbiditas
(tingkat ketersakitan). Hal itu secara tidak langsung
berhubungan pula dengan
upaya mengendalikan tingkat kelahiran. Di belakang
tingkat kematian,
morbiditas, dan kelahiran pendudukan terdapat variabelvariabel
lain yang saling
berhubungan dan mempengaruhi. Maka kebijakan
kependudukan di bidang
kesehatan harus memperhatikan dan memperhitungkan
keberadaannya.
Kebijakan publik adalah komitmen politik
pemerintah berlandaskan
hukum, dan dilaksanakan
dengan memperhatikan aspek sosiologis. Pemikiran
hukum dalam arti
jurispruden memfokuskan kebijakan publik sebagai aturan.
Aturan ini merupakan
produk yang terkodifikasi. Proses hukum berlangsung
ditata dan diatur oleh
logika sistem hukum, dan dilihat sebagai sesuatu yang
mekanis. Kebijakan publik
sebagai produk hukum menggambarkan harapan,
dan merupakan suatu
keharusan yang harus dilaksanakan.
Secara
sosiologis pelaksanaan kebijakan publik harus diperhatikan
struktur sosial yang
selalu berubah. Oleh sebab itu kebijakan publik juga perlu
mementingkan perhatiannya
pada adanya keragaman, keunikan di masyarakat
(Black, 1976; dan
Milovanovich, 1994).
Model
pemikiran hukum dan sosiologis tentang kebijakan publik
merupakan pemahaman
terhadap realitas sosial, dimana pembuatan, pemberlakuan
dan pelaksanaan kebijakan
publik harus mendasarkan dan mempertimbangkan
pemikiran-pemikiran
tersebut. Hal itu dilakukan agar tujuan utama
dari kebijakan tersebut
dapat dicapai secara optimal.
Kependudukan
merupakan aspek penting dalam pembangunan, sebagai
dasar pelaksaan,
sekaligus tujuan (sasaran) dan pengguna hasil-hasil yang
dicapai. Sebagai dasar
pelaksanaan terkait dengan dasar kebijakan pembangunan.
Dinamika kependudukan
berpengaruh pada hampir seluruh aspek kehidupan
manusia. Ukuran tingkat
dinamikanya digunakan penanda atau indikator
yang terukur yang bisa
dibaca, digunakan, dibanding bagi kepentingan penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan
pembangungn, misalnya: tingkat pertumbuhan
pendudukan, tingkat
kelahiran, kematian, tingkat (angka) kematian
bayi, angka harapan
hidup, tingkat kematian ibu dan sebagainya. Ketersediaan
204 Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
indikator kependudukan,
tingkat pemahaman konseptual, terutama penggunaanya
oleh pihak-pihak
penyusunan dan pengelola pembangunan (contohnya:
di bidang kesehatan)
sangat berarti bagi rumusan kebijakan dan pelaksanaannya.
Kebijakan
bidang kesehatan berkelanjutan harus mempertimbangkan dan
memasukkan
indikator-indikator kependudukan daerah serta indikator lain
yang relevan dalam
pembangunan.
INDIKATOR KEPENDUDUKAN UNTUK PEMBANGUNAN
KESEHATAN
Ada
3 sumber pokok data penduduk, yaitu: sensus penduduk, survei
sampel penduduk dan
sistem registrasi, yaitu registrasi vital meliputi catatan
peristiwa penting:
kelahiran, kematian, perkawinan dan perceraian; registrasi
penduduk; dan statistik
migrasi internasional (Lucas et. al., 1982). PBB (2002)
menambahkan registrasi
adopsi anak (legitimasi dan pengakuan), kematian
sebelum lahir, berpisah
dan pembatalan perkawinan. Dari 3 sumber itu, gambaran
dinamika penduduk dapat
dilihat berupa statistik penduduk tingkat
nasional, propinsi,
kabupaten/kota yang berisi jumlah dan karakteristik penduduk
menurut umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan sebagainya.
Data
sensus dan survei sampel penduduk dikumpulkan pemerintah pusat,
sekali dalam 10 tahun.
Data registrasi dikumpulkan dan dilaporkan rutin setiap
bulan oleh petugas di
lapangan (RT, RW tiap desa/kalurahan), dilaporkan ke
kecamatan dan
kabupaten/kota. Di daerah data ini dipublikasikan pemerintah
tiap tahun, up
to date,
maka relevan bagi penyusunan kebijakan administratif,
teknis dan operasional
daerah maupun dasar pelaksanaannyal disetarakan
dengan data dari dua
sumber lainnya.
Data
penduduk daerah yang dipublikasikan berisi jumlah penduduk,
menurut umur, jenis
kelamin, jumlah kelahiran, kematian, perkawinan, dan
perceraian; bahkan bisa
dirinci menurut kebutuhan pembangunan di daerah.
Di Indonesia juga
didaerah-daerah, data sistem registrasi masih diragukan
validitas kebenaran,
ketepatan, dan ketelitiannya. Permasalahan mendasar ini
secara institusional
ditanggapi pemerintah dengan kehadiran Direktorat Jendral
Administrasi Penduduk di
Catatan Sipil Dalam Negeri, dan dikembangkannya
Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil di Daerah (propinsi dan kabupaten/
kota). Secara sistemik
dikembangkan Sistem Informasi dan Administrasi
Kependudukan
(SIAK) untuk menata jaringan informasi melalui koordinasi
Kebijakan
Kependudukan di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 205
dan integrasi fungsi
jajaran institusi pemerintah yang menangani dan menggunakan
data penduduk. Secara
struktural diperlukan peningkatan pengetahuan
dan ketrampilan petugas
di lapangan untuk memperbaiki cara dan teknik
pengumpulan dan
pengolahan data kependudukan.
Data
penduduk daerah menurut periode waktu dapat dugunakan untuk
keperluan analisis
perencanaan, penyerasian kebijakan-kebijakan publik dengan
indikator dinamika
kependudukan. Proyeksi jumlah dan pertumbuhan penduduk,
proyeksi fertilitas,
mortalitas, migrasi, kebutuhan pelayanan kesehatan,
dan sebagainya dapat
diproyeksi. Penyerasian kebijakan publik yang akomodatif
pada rakyat dapat dibuat
dan dieliminasi dampak negatif yang timbulkannya.
Perhitungan indikator
kependudukan, seperti angka kematian bayi, angka
harapan hidup, angka
fertilitas, tingkat pendidikan, tingkat partisipasi angkatan
kerja dan seterusnya
dapat dihitung. Oleh sebab itu, kebutuhan dasar penduduk
untuk seluruh aspek
kehidupannya dapat disusun indikatornya untuk keperluan
penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan.
Sampai
dengan tahun 2004, daerah-daerah belum menyusun sendiri, dan
memiliki catatan
indikator kependudukan, khususnya yang menggunakan data
sistem registrasi vital
(penduduk), dan untuk menyusun kebijakan dan pelaksanaannya.
Tahun 2005 pemerintah
Kota Surakarta melalui Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil (2005)
telah melakukan pengolahan dan menerbitkan
data statistik kelahiran,
kematian, lahir mati, perkawinan dan perceraian(dari
data sistem registrasi
vital). Kegiatan ini merupakan langkah awal yang baik
agar kita sebagai
pengguna data terhindar dari tindak kebohongan publik dan
sebaliknya dapat
menampilkan kebenaran dalam melayani masyarakat.
Isu mengenai pertumbuhan,
karakteristik dan struktur sebagai gambaran
dari dinamika
kependudukan menjadi perhatian pemerintah Indonesia dan
Badan
Kependudukan Dunia (UNFPA, 1994). Rekomendasi program aksi ICPD
(International
Coference on Population and Development, 1994 di Kairo)
menyebutkan
perlunya
indikator-indikator kependudukan yang relevan dengan pembangunan
kesehatan di Indonesia. Pertama,
tingkat fertilitas, mortalitas (terutama
AKB, anak dan ibu
bersalin) dan pertumbuhan penduduk; indikator ini
berguna untuk memudahkan
terjadinya transisi demografi yang cepat, khususnya
negara (termasuk
Indonesia) yang tidak ada keseimbangan antara indikator
demografis dan tujuan
pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Kedua,
anak dan generasi muda
yang proporsinya paling besar dari jumlah penduduk.
Data
ini terkait dengan usaha pembangunan kesehatan, pelayanan kesehatan
206 Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
reproduksi, pendidikan,
pekerjaan, dukungan sosial, keluarga dan masyarakat,
keselamatan dan
kelangsungan hidup dan seterusnya. Ketiga, penduduk usia
lanjut yang berhubungan
dengan sistem jaminan sosial, meningkatkan kemandirian,
kesehatan dan penggunaan
ketrampilan. Keempat, penyandang cacat
untuk mengembangkan
pencegakan dan rehabilitasi, pendidikan, pelatihan,
kesehatan reproduksi dan
sebagainya.
Isu penting kependudukan
dunia ini berhubungan dengan bidang-bidang
kegiatan lain, khususnya
program pemerintah untuk miningkatkan banyak aspek
kehidupan masyarakat,
termasuk mutu dan pelayanan kesehatan. Pemerintah
Pusat dan Daerah telah
dan akan terus diharapkan mengembangkan isu tersebut
ke dalam kebijakan dan
untuk dilaksankan; karena ternyata relevan dengan
aspirasi dan permasalahan
yang timbul di masyarakat.
KEBIJAKAN
KEPENDUDUKAN DI BIDANG KESEHATAN
Pembangunan
bidang kesehatan diantaranya bertujuan agar semua lapisan
masyarakat memperoleh
pelayanan kesehatan secara mudah, murah dan merata.
Upaya itu diharapkan
dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
lebih baik. Political
will pemerintah
tersebut dinyatakan ke dalam berbagai usaha,
seperti penyuluhan
kesehatan, penyediaan fasilitas umum seperti puskesmas,
posyandu, pondok
bersalin, penyediaan air bersih dan sebagainya.
Dalam
era otonomi daerah, layanan program di atas harus terjangkau
dan dampak positifnya
dirasakan masyarakat. Di sini semua komponen meliputi
penyiapan, pengolahan dan
penyajian data penduduk; penyusunan kebijakan,
perencanaan program,
penganggaran, pelaksanaan, monitor, dan evaluasi program
harus dilakukan secara
terpadu dan terkoordinasi.
Wilayah
kerja layanan dan peranan aparatur pemerintah daerah pada
masyarakat terjangkau
dengan cepat dan mudah. Partisipasi masyarakat mudah
diorganisasikan setiap
waktu, hubungan dan kerjasama pemerintah daerah dan
masyarakat dalam menyusun
dan melaksanakan kebijakan dapat dilakukan
dengan baik, dan peranan
legislatif dalam mendukung dan mengontrol
pelaksanaan program
layanan pada masyarakat berlangsung optimal. Gambaran
pelaksanaan otonomi
daerah tersebut dapat terwujud, jika tersedia data
kependudukan untuk
kesehatan yang akurat, terpercaya dan rinci.
Pengalaman menunjukkan
indikator kesehatan dalam pembangunan
kesehatan tahun 1981 dan
1982 tidak berubah, namun tahun 1983 mangalami
perubahan.
Indikator-indikator tersebut mencakup: penilaian masyarakat
Kebijakan
Kependudukan di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 207
terhadap pelayanan
kesehatan (SUSENAS BPS, 1982), cara dan tempat
pengobatan (Sensus
Penduduk 1980, SUSENAS, BPS, 1981), perkiraan kematian
bayi menurut propinsi
(Proyeksi Penduduk Indonesia, BPS, 1980-2000),
angka kematian umur
kurang dari lima tahun menurut diagnose penyebab
penyakit (Survei
Kesehatan Rumah Tangga, Depkes, 1980), angka kesakitan
menurut umur di atas 5
tahun, dan angka kematian penyakit menular.
Keadaan
kesehatan masyarakat diukur dengan menggunakan indikator
derajat kesehatan,
indikator umum dan lingkungan, dan indikator upaya kesehatan.
Indikator derajat
kesehatan dinilai dengan melihat angka kesakitan
(sesaat, jatuh sakit,
penyakit khusus, kelompok umur), kematian (bayi, ibu,
dan sebab khusus),
kecacatan dan angka harapan hidup (BPS, 1998).
Indikator umum dan
lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat
kesehatan mencakup
indikator sosial ekonomi: yaitu indikator demografi (angka
kelahiran, kematian,
pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, sex ratio).
Indikator ekonomi
meliputi GDP/Pendapatan per kapita, distribusi
pendapatan, penyediaan
pangan, dan kesempatan kerja; penting untuk melihat
kemampuan penduduk dalam
mencari pelayanan kesehatan, hidup sehat dan
alokasi biaya pelayanan
kesehatan. Indikator pendidikan meliputi tingkat melek
huruf wanita dewasa,
tingkat peserta sekolah; sebagai dasar untuk perbaikan
perilaku kesehatan.
Indikator
fisik biologis yang relevan dengan kesehatan meliputi angka
penggunaan air bersih,
penggunaan jamban saniter, jumlah penduduk tinggal
di pemukiman sehat,
tingkat polusi udara, serangga penular penyakit, mamalia
penular penyakit.
Indikator upaya kesehatan digunakan untuk mengukur
penduduk yang dilayani,
dayaduna, hasil guna pelayanan kesehatan; mencakup
jumlah kunjungan
puskesmas, kunjungan rumah sakit, rawat inap rumah sakit,
jumlah & persentasi
anak yang diimunisasi, dan persentasi penduduk yang
mendapat air bersih.
Statistik
Kesehatan Rakyat Indonesia tahun 2000 yang disusun berdasarkan
hasil survei sosial
ekonomi nsional memuat laporan bidang kesehatan.
Indikator yang dipakai
adalah tingkat morbiditas (angka kesakitan), jenis
penyakit, pengobatan,
perawatan inap, penolong kelahiran bayi, dan pola
menyusui (BPS, 2000)
Indikator-indikator
sosial-ekonomi dan fisik biologis, dan indikator
kesejahteraan rakyat
tersebut di atas cukup relevan bagi penyusunan kebijakan
penduduk bidang
kesehatan. Karena hal itu menggambarkan kerangka
208 Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
penanggulangan
mortalitas; terutama anak-anak. Namun permasalahan
kesehatan masyarakat
(kelangsungan hidup manusia) tidak hanya menyangkut
variabel medis, maka
perlu juga melibatkan variabel sosial eknomi, bahkan
budaya dan lingkungan
fisik (Mosley dan Chen, 1988).
Indikator
program aksi kesehatan, kesakitan dan kematian yang dihasilkan
oleh ICPD (1994)
meliputi: pelayanan kesehatan dasar dan sektor pelayanan
kesehatan untuk
meningkatkan umur harapan hidup, kesehatan, dan
kelangsungan hidup anak
untuk mendukung upaya penurunan angka kematian
anak balita, kesehatan
wanita dan keselamatan ibu untuk mencegah atau
menurunkan angka kematian
ibu usia reproduktif dan HIV/AIDS untuk mencegah
penularan dan korban.
Indikator hak-hak reproduksi dan keseharan repro-
duksi menyangkut
kemampuan dan kebebasan bereproduksi, keluarga
berencana, pencegahan
penyakit menular seksual (PMS) dan HIV untuk mencegah
dan mengurangi insiden,
pengobatan, seksualitas dan hubungan antarjenis
untuk meningkatkan
tanggung jawab dan hubungan antar-jenis secara
adil dan terhormat,
reproduksi sehat remaja.
Seluruh
indikator kesehatan, reproduksi sehat, dan pelayanan kesehatan
yang disebut dalam
butir-butir program aksi ICPD hampir seluruhnya diadopsi
pemerintah dalam rencana
dan pelaksanaan program pembangunan kesehatan.
Di daerah intensitas dan
bentuk permasalahan kesehatan bervariasi, maka
pertimbangan adopsi
indikator program tersebut harus didasarkan pada kebutuhan
hidup sehat dan realitas
permasalahan di masyarakat.
Indikator
kesehatan yang multi dimensional telah disusun dalam berbagai
laporan BPS bersumber
dari data sensur, survei yang diselenggarakannya.
Indikator kependudukan
dak kesehatan tersebut dihasilkan dari kegiatan
pemerintah (BPS) yang
dirancang menurut proses pemikiran deduktif (dari
pemerintah untuk rakyat).
Indikator kesehatan di daerah Kabupaten/Kota harus
disusun berdasarkan data
penduduk yang dikumpulkan, dilaporkan rutin, diolah
dengan baik dan disajikan
secara terbuka (dari rakyat pada masyarakat dan
pemerintah.
Penggunaan
data dan indikator kependudukan diperlukan sebagai data
pembanding, cross-check;
bagi pihak yang akan menyusun kebijakan dan menentukan
dasar dan tahap
pelaksanaannya.
Penyerasian kebijakan
kependudukan bidang kesehatan harus dilihat dari
tujuan, fungsi,
perencanaan, pelaksanaan, dan manfaat yang diperoleh (dirasakan)
oleh penduduk
(masyarakat) dengan pengelolaan pelayanan kepenKebijakan
Kependudukan
di Bidang Kesehatan: ... R B Soemanto 209
dudukan dan pelayanan
kesehatan yang baik. Pelayanan dokumen
kependudukan (kartu
keluarga, KTP, akte kelahiran,dll) dan pelayanan data
penduduk yang tepat,
akurat dan terpercaya; angka kematian, kesakitan
penduduk dan sebagainya
segera diketahui, maka kondisi tersebut bisa
membantu pihak yang
terkait untuk melakukan kebijakan dan tindak lanjut
yang diperlukan. Peranan
dan fungsi yang saling berhubungan antara pelayanan
kependudukan dan
kesehatan dengan indikator program pelayanan berbasis
data kependudukan yang sama,
akan menjamin pencapaian tujuan secara optimal.
Hak untuk hidup sehat
bagi penduduk sebagai warga negara yang
berdomisili di daerah
harus dijamin oleh pemerintah; sebagaimana dinyatakan
dalam UUD 1945 Pasal 34
(3): “Negara bertanggung jawab atas penyediaan
fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas yang layak”; dan pelaksanaannya
diatur dalam UU Sistem
Kesehatan Nasional. Kebijakan nasional dan kebijakan
daerah sebagai instrumen
hukum pemerintah untuk mengatasi permasalahan
kesehatan harus memiliki
tujuan, program yang konsisten, dilaksanakan secara
singkron dan memenuhi
aspirasi masyarakat.
SIMPULAN
Kebijakan
bidang kesehatan secara eksplisit dan implisit, langsung dan
tidak langsung
berhubungan dengan kebutuhan basis sumber data. Indikator
kependudukan dan
kesehatan untuk menyusun kebijakan memiliki fungsi yang
berdekatan dan
berdasarkan data yang sama. Oleh karena itu, keserasian
kebijakan dan
kependudukan secara konseptual harus terlihat jelas; agar
pelaksanaanya tidak
terkendala oleh sistem dan tata cara, koordinasi,
pembiayaan, pemberian
fasilitas pendukung lain dan sebagainya yang kurang
sinkron.
Sekalipun keserasian
pelaksanaan kebijakan publik belum banyak
dilakukan oleh pemerintah
daerah, namun harus dicoba untuk dipersiapkan
dan dilaksanakan, untuk
memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
210 Jurnal
Ilmu Hukum, Vol. 8, No. 2, September 2005: 202 - 210
DAFTAR
PUSTAKA
Black, Donal, The
Behavior of Law, Academic Press, New York, 1976.
BPS, Kumpulan
Bahan-bahan Penyusunan Indikator Kesejahteraan Rakyat (Jakarta:
BPS Pusat, 1998). Hal.
150-156.
BPS, Statistik
Kesejahteraan Rakyat (Jakarta: BPS, 2000), hal. 46-93.
Lucas, Davis, Pengantar
Kependudukan, Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 1982, hal.
168-170.
Dinas Kependudukan dan
Catatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta, Pengolahan
Data
Statistik Vital Kota Surakarta, Surakarta : PPK UNS, 2005, hal. 1-
26.
UNFPA, Ringkasan
Program Aksi Konferensi Internasional Kependudukan dan
Pembangunan,
1994.
Milovanovich, Dragan, A
Primer in The Sociology of Law, Harrow and Heston,
New York, 1994.
Mosley, W. Henry dan
chen, Lincoln C., Suatu Kerangka Analisis untuk Studi
Kelangsungan
Hidup Anak di Negara Berkembang, ed. Masri
Singarimbun, Gadjah Mada,
University Press, 1988.
United Nation, Vital
Registration System, 2002.
__________ UUD 1945 Hasil
Amandemen, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta,
2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar